Dalam mengendalikan hama keong mas, umumnya para petani memilih menggunakan moluskisida sintesis yang berharga mahal, berspektrum luas, dan mengganggu organisme nontarget dan juga manusia untuk mengendalikan hama keong mas. Dalam kaitannya dengan pengendalian keong mas, cara-cara yang lebih aman, seperti halnya secara fisik (penggunaan saringan), mekanis (pengambilan langsung) maupun secara biologis (pemberian tanaman yang tidak disukai di saluran-saluran, penggembalaan itik, penanaman bibit yang cukup kuat/tua, dll) lebih direkomendasikan. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengendalikan keong mas :
1. Pengambilan keong mas secara langsung dengan tangan dari sawah pada pagi dan sore hari ketika keong dalam keadaan aktif dan mudah diambil. Di Provinsi Gorontalo, kelompok tani bekerja sama dengan LSM mengadakan lomba pemungutan keong mas antarkelompok tani. Di Tangerang, keong diambil satu per satu, dimasukkan dalam ember dan dijual dengan harga Rp 300,00 per kilogram ke peternak bebek. Di Brebes, seorang petani bisa mengumpulkan sekitar 2 ember keong mas, dan di Kecamatan Margadana (Tegal), seorang petani dapat mengumpulkan keong mas rata-rata hampir sekitar 20-30 kilogram selama 4 jam.
2. Menggunakan tumbuhan yang mengandung racun bagi keong mas. Misalnya daun sembung (Blumea balsamifera) , daun/akar tuba, daun eceng gondok (Monochoria vaginalis), daun tembakau (Nicotiana tabacum), daun calamansi atau jeruk (Citrus microcarpa), daun makabuhay (Tinospora rumphii), dan cabai merah. Selain itu, beberapa tanaman lain yang juga dapat digunakan untuk memberantas keong mas adalah starflower (Calotropis gigantis), nimba (Azadirachtha indica), dan asyang (Mikania cordata) yang mengandung bahan yang dapat membunuh keong mas. Berbagai tumbuhan tersebut dianjurkan diaplikasikan sebelum penanam padi. Saluran kecil dibuat agar keong mas berada di dalam saluran tersebut dan selanjutnya di atas saluran tersebut tempatkan tumbuhan yang disebutkan di atas.
3. Menggunakan atraktan seperti daun talas (Cococasia esculenta), daun pisang (Musa paradisiaca) , daun pepaya (Carica papaya), bunga terompet, dan koran bekas, supaya mudah mengumpulkan keong tersebut. Daun sebagai atraktan diletakkan dalam petakan sawah secara berjejer, berjarak 1-2 meter antar umpan, yang dilakukan sebelum panen sampai 5 minggu setelah tanam. Jumlah atraktan sebagai umpan yang diperlukan sekitar 40 kilogram per hektare. Tinggi air di sawah disarankan sekitar 5-10 centimeter (BP2TP NAD, 2004).
4. Selama menggaru terakhir perlu dibuatkan caren yang dalam (sedikitnya lebar 25 centimeter dan dalamnya 5 centimeter). Jarak antara larikan 10-15 meter. Demikian juga, perlu dibuatkan saluran kecil (sedikitnya lebar 25 centimeter, dan dalamnya 5 centimeter) sepanjang tepi sawah. Saluran caren juga berfungsi untuk penjebakan terhadap keong mas, di mana keong mas akan pindah ke dalam saluran tersebut, jika permukaan air berkurang dan dapat dilakukan pengumpulan.
5. Meletakkan kawat kasa atau anyaman bambu pada pemasukan dan pengeluaran air utama, untuk mencegah masuknya keong mas kecil dan dewasa. Cara ini juga untuk mengambil keong mas yang terperangkap.
6. Pagar plastik dapat digunakan untuk mencegah masuknya keong mas ke dalam areal persawahan.
7. Batu tohor sebanyak 50-100 kg/ha dapat ditebarkan pada lahan persawahan untuk mengurangi dan mematikan keong mas.
8. Jika keong mas merupakan masalah yang besar, kita menanam padi yang berumur 25-30 hari setelah tanam. Di persawahan yang berada di dataran tinggi digunakan bibit yang berumur 30 sampai 35 hari setelah tebar yang berumur panjang.
9. Menancapkan ajir bambu sebagai perangkap telur di sawah yang selalu tergenang atau pada saluran pengairan untuk menarik keong mas dewasa bertelur. Dengan cara ini kelompok telur muda dapat terkumpul untuk kemudian diambil dan dihancurkan. Panjang kayu perangkap sekitar 1-1,5 meter, dengan diameter 1-3 centimeter, dan jarak antara tiang perangkap sekitar 2-3 meter. Dalam 1 hektare diperlukan sekitar 200 batang dan ketinggian air dalam petak sawah dianjurkan sekitar 5-10 centimeter (BP2TP NAD, 2004).
10. Mempertahankan air agar tidak terlalu tinggi (2-3 centimeter) mulai 3 hari tanam.
11. Mengeringkan sawah berkali-kali untuk mengurangi aktivitas perpindahan dan perusakan. Jika petani menanam dengan sistem tanam pindah, maka 15 hari setelah tanam pindah, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian (flash flood intermitten irrigation). Bila petani menanam dengan sistem tabela (tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah tebar benih, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian (BPTP, 2003).
12. Mempergunakan varietas yang beranak banyak dan kurang disukai keong mas seperti PSB, Rc36, Rc38, Rc40, dan Rc 68.
13. Beberapa predator keong mas adalah burung dan itik, kura-kura, ikan serta insekta. Penggembalaan itik di lahan persawahan, merupakan pengendalian yang efektif, dengan tanpa merusak padi yang telah ditanam. Sistem ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ISG (itik sistem gembala). Penebaran jenis ikan tertentu yang dapat memakan keong mas (dan juga telurnya) akan memberikan keuntungan dalam pengendalian populasi keong tersebut. Jenis ikan-ikan yang mampu memakan keong mas ataupun juga telur keong mas tersebut antara lain Botia sp; Tetraodon sp; Bunocephalus sp., dan Leiocassis sp (sejenis lele-lelean) ; kelompok Cichlidae, kelompok gurami (gurami, sepat), beta, dan lain-lain. Sistem ini telah lama dikenal masyarakat Indonesia dengan nama mina-padi. Pada sistem ini, manajemen air untuk memberi kemungkinan dapat memakan telur juga mesti dilakukan, sehingga peluang menetas dan berkembang biak keong dapat diputuskan.
14. Penggunaan bahan kimia yang tidak merusak lingkungan dapat juga direkomendasikan. Asam anakardat yang diekstrak dari minyak kulit jambu mete, telah diuji-cobakan dan dapat membunuh keong mas (Rudyanto dan Mercellino, 2006). Teaseed meal merupakan obat yang umum di pasaran, untuk membunuh keong mas, dengan harga sekitar Rp 3.000,00,- per kilogram. Selain itu, dapat juga digunakan saponin, tembakau, dan bibit pinang sebagai bahan pengendali (pembunuh) keong mas.
*** Dr. Ir. Sulistiono Peneliti sekaligus Ketua Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB)
No comments:
Post a Comment