Monday, October 13, 2014

Mengelola Uang Dengan Logika

Mengelola Uang
PELAKU UKM. "Uang tidak pernah cukup". Ungkapan semacam ini sering kita dengar pastinya. Coba kita lihat diri kita sendiri atau orang-orang yang kita kenal. Apa Anda sudah puas dengan gaji yang mungkin sudah sekian kali lipat dibanding dengan gaji 10 tahun silam?

walaupun sebagian dari kita mungkin mengatakan kondisi sekarang sudah lebih baik, tapi jika dilakukan survey untuk mencari jawaban tersebut, bisa dipastikan kebanyakan responden akan mengatakan mereka masih terus berupaya untuk meningkatkan penghaslan, karena tingkat kepuasan belum terpenuhi. Padahal, tingkat kepuasan sebenarnya seperti langit, batasannya sesungguhnya ada di benak kita masing-masing, bukan pada realitas yang bersifat relatif.

Pada gilirannya, ketika ternyata kita keliru memaknai uang, yang terjadi adalah "pen-dewa-an" terhadap uang. Demi uang orang rela korupsi, manipulasi, atau bahkan merugikan orang lain. Uang kemudian menjadi ideologi yang kemudian menghilangkan makna manusia.

Pertanyaannya, apakah selama ini Anda menganggap uang itu segalanya? Apakah Anda akan bertahan dengan paradigma seperti itu? Jika iya, maka mungkin Anda tidak perlu lagi meneruskan untuk membaca artikel ini, karena akan percuma. Jika Anda merasa hal semacam itu sama sekali tidak sesuai dengan makna hidup, silahkan Anda lanjutkan membaca dan kita diskusikan bagaimana sebenarnya makna uang dalam hidup, serta bagaimana memperlakukan uang secara wajar. Intinya, bagaimana kita mengelola uang dengan logika untuk mencapai tujuan keuangan demo memperoleh manfaat dan fungsi dari tujuan keuangan itu sendiri.

Misalnya, kita membutuhkan makan, supaya kita tidak lapar. Kita membutuhkan rumah untuk berteduh. Kita butuh kendaraan untuk bepergian. Pendeknya, semi=ua memiliki fungsi masing-masing dan itu sebabnya hal-hal tersebut kita jadikan sebagai tujuan keuangan.

Sebatas alat

Ketika hal itu dikaitkan dengan fungsi uang, maka uang hanyalah sebatas alat untuk melakukan transaksi. Anda mencari uang sebagai upaya mencapai tujuan keuangan. Misalnya, tujuan keuangan Anda membeli mobil sebagai alat transportasi, lalu Anda mengumpukan uang, mobil terbeli, tujuan keuangan tercapai. Konkretnya, Anda menjadikan mobil sebagai tujuan keuangan karena fungsi mobil sebagai alat transportasi.

Mungkin Anda mau mobil yang lebih bagus yang bisa memberikan keamanan dan kenyamanan. Silahkan saja. Tetapi, jangan lupa, tujuan anda memiliki mobil adalah fungsinya sebagai alat transportasi.

Masalahnya, ketika tujuan keuangan Anda memiliki mobil sudah terpenuhi, apakah kemudian Anda berhenti berkeinginan menambah mobil atau mengganti mobil meski mobil yang sudah Anda beli masih berfungsi dengan baik?

Boleh jadi Anda masih menyimpan keinginan memiliki mobil kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Kenapa begitu? Karena yang menjadi tujuan Anda membeli mobil berikutnya bulanlah fungsi, tetapi mencari nilai lain, termasuk memuaskan keinginan semata-mata atau mencari gengsi. Padahal, gengsi itu hanya ada di dalam persepsi diri Anda sendiri. Orang lain mungkin beranggapan biasa-biasa saja.

Umpamakan Anda membeli rumah mewah. Tetangga anda mungkin kagum, tetapi bagi orang-orang yang memiliki lebih banyak akan menganggap Anda biasa saja. Lebih dari itu, jika memang tetangga Anda kagum, lalu apa? Lalu jika tidak kagum juga kenapa? Toh tidak kenapa-kenapa. Artinya, apakah Anda memiliki mobil mewah atau tidak, hakikat kepemilikan itu bukan pada orang lain, tetapi pada persepsi Anda sendiri.

Ketika Anda berada pada kondisi tersebut, berarti yang mendorong Anda mencapai keinginan bukan lagi logika, tetapi sudah memasuki area nafsu. Umumnya, ketika keinginan berdasarkan nafsu tidak dikelola dengan logika, akhirnya akan berujung pada hidup yang tidak nyaman. Misalnya, karena dorongan yang begitu kuat, mulai muncul keinginan untuk memperoleh uang dengan cara tidak halal.

Maknanya, semua keinginanyang hendak dipenuhi seharusnya disesuaikan dengan asas manfaat. Jika manfaat berkurang, maka sebanyak apapun uang yang anda miliki dan apapun yang Anda beli dengan uang itu, akhirnya menjadi tidak berfungsi.

Cukup

Moral dari paparan di atas sebenarnya sangat sederhana. Tidak benar bahwa uang yang kita miliki tidak pernah cukup. Berapapun kecilnya uang di saku atau di tabungan, pada dasarnya cukup. YAng membuat uang itu tidak cukup adalah persepsi dan keinginan kita terhadap banyak hal yang terkadang melewati batas fungsi dan kemudian menjadi tidak berdasarkan logika.

Agar tidak terjebak pada hilangnya makna hidup, maka ketika mencari uang, mestinya didasari dulu oleh pertanyaan apa tujuan anda mencari uang? Anda keliru jika sekadar mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya sebab uang yang banyak pun belum tentu memberikan manfaat.

Yang benar, uang hanya alat tukar dalam rangka memperoleh tujuan keuangan. Tujuan keuangan itu sendiri mesti didasarkan atas fungsinya, dan menafsirkan fungsi berarti menggunakan logika. Ringkasnya, keberhasilan mengelola uang sebenarnya adalah ketika Anda mempu melandasinya dengan logika.

Demikian.
Semoga bermanfaat. Amin..

No comments:

Post a Comment