"Karma is a Sanskrit word which literally means 'action'. This is a key concept in Buddhism, as it is Hinduism. At it most simple, the Buddha taught that our actions (including thought, word, and deed) have consequences."
MOTIVASI BISNIS - Mukti. sepulang dari Chicago, saya mendapat sebuah SMS dari Mpu Peniti. Beliau minta dibelikan sarung untuk lebaran. Hati saya langsung merasa galau. Bertahun-tahun saya berguru dan mencari ilmu kepada beliau, belum pernah sekalipun beliau minta sesuatu pada saya. Hadiah yang ingin saya berikan juga selalu ditolaknya secara halus. Dengan perasaan yang bercampur aduk, sayapun mencari sarung untuk Mpu Peniti. Mumpung belau sedang berkenan, sekalian saya berikan sajadah dan peci baru.
Ketiga hadiah itu saya bungkus rapi, dan berangkatlah saya ke rumahnya. Ketika menyambut kedatangan saya, wajah Mpu Peniti terlihat sangat gembira dan berseri-seri. Ketiga hadiah tersebut dibawanya masuk ke kamar tidur. Dan tak lama kemudian beliau keluar.
Tangannya menenteng bungkusan - rupanya hadiah dari saya, yang oleh Mpu Peniti dibungkus kembali dengan kertas koran - dan diserahkan pada saya. Dengan suara berat dan serak, ia meminta saya agar memberikan ketiga hadiah itu kepada orang yang lebih membutuhkan. Tentu saja saya kaget. Apakah Mpu Peniti tidak berkenan dengan hadiah saya?
Mpu Peniti tertawa, katanya ia tahu betul bahwa saya menghabiskan waktu dan uang yang tidak sedikit untuk mencarikan hadiah sebagus itu. Tapi kini saatnya saya belajar memberi. Begitu nasihatnya. Ia cukup mendapatkan kotak hadiah dan kertas pembungkus kado. Isinya belau serahkan kembali kepada saya untuk diberikan kepada orang lain.
Pulang ke rumah, saya bingung. Kepada siapa saya harus memberikan hadiah ini? Kalau mau, mudah saja memberikannya kepada sembarang orang. Tapi mencari orang yang patut diberi dengan derajat setinggi Mpu Peniti - seorang guru, mentor, dan pribadi yang saya kagumi - rasanya sulit sekali. Akhirnya saya menyerah, dan kembali lagi ke rumah Mpu Peniti. Beliau tersenyum melihat muka kusut saya. "Negeri ini sedang sakit berat. Kita butuh pemimpin yang mau dan berani melakukan mukti, " bisik beliau dengan suara bergetar, sambil memeluk saya erat-erat.
Mukti konon berasal dari kepercayaan Hindu. Mukti terdiri dari tiga elemen: ilmu, bhakti dan karma. Mukti atau moksa merupakan sebuah ajaran yang secara konsisten dipraktikkan oleh Mahatma Gandhi, sebagai medium agara kita eling dan terbebas dari segala tekanan, tetapi bisa tetap berprestasi dengan baik dan netral. Arti sempitnya, seorang pemimpin harus berilmu - mau belajar terus hingga selalu memiliki pengetahuan yang cukup. Lalu membaktikan ilmunya, dengan mengamalkan pengetahuan itu, melakukan perubahan-perubahan penting yang mampu mewujudkan karma orang banyak. Gandhi sendiri menyebut mukti atau moksa sebagai self-realization. Bagaimana seorang pemimpin menyadari status, posisi, dan peran yang wajib ia perankan. Sehingga kepemimpinannya bermanfaat bagi orang banyak.
Dengan selalu belajar, seorang pemimpin akan "ngelmu" - yaitu semakin eling tentang segala kekurangan dan kelemahannya. Ia akan semakin tahu diri, tidak arogan, dan mau merendah. Lewat Bakti dan pengamalan ilmunya, ia menjadi mercusuar yang memandu di tengah kegelapan, sang pemimpin akan menjadi pemicu perubahan. "The agent of changes". Perubahan yang akan menstimulasi kemajuan, terobosan, dan inovasi. Perubahan yang akan merubah nasib orang banyak.
Usai Ramadhan yang penuh berkah, Mpu Peniti memperingatkan saya agar eling sekali lagi. Meminta dan memberi bisa menjadi proses mukti yang bijak. Betapa sering kita memberikan barang-barang mewah kepada klien, relasi, sanak saudara, dan keluarga. Tanpa benar-benar berusaha menyelidiki apa yang dibutuhkan orang yang akan kita beri. Atau lebih sering asal beri. Kita tidak membaksikan pengetahuan kita selama bertahun-tahun mengenal mereka. Apa yang mereka butuhkan mungki sangatlah spesifik. Seorang direktur bank mengatakan, barangkali hanya 10% bingkisan lebaran yang diterimanya benar-benar bermanfaat. Sisanya serba tidak karuan. Memberikan hadiah yang tepat mungkin akan membuat orang yang menerima menjadi sangat berbahagia.
Mpu Peniti menasihati, kita tidak memberi dengan bijak karena tak pernah mau belajar meminta dengan benar. Kita sering kali asal minta saja, kadang menjadi sangat serakah. Kalau kita sudah belajar banyak dengan memberi, maka permintaan dan tuntutan kita juga menjadi lebih sederhana. Pengalaman saya dengan Mpu Peniti menyadarkan saya.
Barangkali hal terbaik yang bisa saya berikan kepada beliau adalah do'a yang tulus, agar beliau senantiasa diberi kesehatan yang baik dan umur panjang. Ketika hari lebaran, saya menyempatkan diri sujud kepada beliau, dan minta maaf. Kata-kata dan bisikan beliau menyambut dan menerima ucapan maaf saya secara tulus, merupakan pemberian yang paling berharga. Hingga hari ini, itulah hadiah terbesar yang pernah diberikan beliau kepada saya.
~ Oleh Kafi Kurnia, Penulis buku BIANG PENASARAN ~
No comments:
Post a Comment